KASUS :
Tembakau adalah salah satu komoditas perkebunan di Indonesia. Dari
segi botani, kebanyakan tanaman tembakau yang dibudidayakan sekarang ini adalah
Nicotiana tabacum L. Nama Nicotiana diberikan oleh ahli botani
Linnaeus pada tahun 1753, dengan mengambil sebagian nama duta besar
berkebangsaan Perancis Jean Nicot de Villamain, beliau banyak berjasa
dalam penyebaran tanaman tembakau di Eropa. Sedang kata tabacum atau tobacco
tidak jelas aslinya tetapi kemungkinan berasal dan kata tobago yaitu sejenis
pipa bercabang yang kala itu digunakan orang-orang Indian dengan menghisap asap
melalui hidung atau mungkin pula berasal dari nama suatu pulau di India Barat,
yaitu Tobago.
Tembakau dan
industri yang menyertainya (industri rokok) telah berkembang pesat di
Indonesia. Perusahaan rokok telah menjelma menjadi perusahaan raksasa di
Indonesia. Dengan dana yang melimpah, perusahaan rokok di Indonesia melakukan
kegiatan bisnis dan banyak kegiatan sosial yang dibalut dengan program Corporarte
Social Responsilities (CSR). Tulisan ini akan membahas aktivitas CSR
perusahaan rokok di Indonesia, apakah telah mencapai sasaran yaitu sebagai
salah satu wujud sustainable development, atau hanya sekedar strategi
marketing saja.
Program
CSR PT.HM Sampoerna
PT. HM Sampoerna dengan dana yang melimpah, menawarkan kegiatan
sosial yang dilakukan untuk kepentingan masyarakat. Tidak mau kalah dengan PT.
HM Sampoerna, PT. Djarum Indonesia menawarkan banyak program yang dilakukan
untuk masyarakat, antara lain Djarum Bakti Pendidikan, Djarum Bakti Lingkungan,
dan Djarum Bakti Olahraga. Bentuk dari Djarum Bakti Pendidikan dan Djarum
Bakti Olahraga adalah pemberian beasiswa kepada siswa berprestasi namun tidak
mampu secara ekonomi atau siswa yang berprestasi baik di bidang akademik maupun
olahraga (khususnya olahraga bulu tangkis).
Di mata
sebagian besar pemilik perusahaan dan jajaran direksi perusahaan, istilah corporate
social responsibility (CSR) dipandang hanya sebagai tindakan filantropi.
CSR ditempatkan sebagai derma perusahaan atau bahkan sedekah pribadi. Selain itu,
terdapat juga pandangan yang cukup kuat di mata pelaku bisnis yang memandang
CSR sebagai strategi bisnis. CSR dijadikan sebagai instrumen untuk mencapai dan
meningkatkan tujuan ekonomi melalui aktivitas sosial.
Dalam beberapa
iklan rokok di televisi, dapat dilihat bahwa iklan rokok menyentuh sisi
kepedulian sosial. Pemberian beasiswa pendidikan bagi masyarakat yang kurang
mampu dipublikasikan secara dramatis, sehingga iklan rokok bukan saja
mengagumkan, namun juga mampu menyentuh solidaritas kemanusiaan. Setelah PT. HM
Sampoerna dengan jargon ”Sampoerna untuk Indonesia” banyak menampilkan
sumbangsih mereka untuk mencerdasakan bangsa, belakangan PT Djarum menampilkan
hal senada. Kendati sebagian orang mengetahui bahwa kegiatan ”Sampoerna untuk
Indonesia” dikelola oleh Sampoerna Foundation yang secara manajerial terpisah
dan independen dari PT HM Sampoerna, namun semua orang mafhum bahwa publikasi
itu memiliki relasi dengan pemasaran (caused related marketing) dengan
produk rokok Sampoerna. Demikian pula halnya Beasiswa Djarum atau Diklat Bulu
Tangkis Djarum.
Ø Menetukan Arah CSR Perusahaan Rokok
Upaya-upaya yang dilakukan oleh industri rokok dalam
menyiasati pembatasan iklan, di antaranya adalah melalui program CSR. Bagaimana
industri rokok dilihat dari sudut pandang CSR? Secara umum dapat dinyatakan
bahwa majoritas pakar CSR tidak ragu untuk menyatakan bahwa industri rokok
tidak bisa dianggap sebagai industri yang bertanggung jawab sosial. Ada
setidaknya tiga indikasi yang terkait dengan pendapat tersebut. Pertama, tidak
satupun indeks socially responsible investment (SRI) yang
menyertakan perusahaan rokok ke dalam portofolio investasinya.
Kedua,
penolakan para pakar atas keterlibatan industri rokok dalam berbagai aktivitas
ilmiah yang membahas CSR. Yang paling terkenal adalah penolakan puluhan pakar
terhadap ketelibatan BAT dan Philip Morris dalam forum Ethical Corporation Asia
di Hong Kong (14-15 Oktober 2004). Tadinya, kedua raksasa industri rokok
tersebut terdaftar sebagai sponsor emas dan juga mengirimkan eksekutif
puncaknya sebagai pembicara. Namun, sebuah petisi yang ditandatangani 86 pakar
CSR dan etika bisnis, membuat keikutsertaan dua perusahaan tersebut dibatalkan
oleh panitia. Ketiga, berbagai survei mutakhir menunjukkan bahwa seluruh
pemangku kepentingan sepakat bahwa industri rokok adalah yang paling rendah
kinerja CSR-nya. Artinya, telah terjadi kesepakatan global para pemangku
kepentingan bahwa industri rokok memang tidak bisa dipandang bertanggung jawab.
Mengapa
kesepakatan global ini muncul di kalangan penggiat CSR? Karena beberapa tahun
belakangan telah tercapai kesadaran bahwa CSR bisa dimaknai dengan jelas,
walaupun definisinya masih sangat beragam. Perbedaan definisi itu ini diketahui
hanyalah merupakan perbedaan penekanan dan artikulasi, namun secara substansi
tidaklah berbeda.
CSR jauh lebih
luas dari sekedar pemberian sponsor, karena sebetulnya CSR adalah manajemen
dampak. Timbal balik ke masyarakat juga hanya sebagian dari CSR, karena CSR
terutama berkaitan dengan bagaimana keuntungan dibuat oleh perusahaan, bukan
sekadar berapa dan kepada siapa keuntungan itu disebarkan. Citra positif adalah
hasil menjalankan CSR dalam jangka panjang, namun citra bukanlah tujuan
menjalankan CSR itu sendiri. Demikian juga dengan uang. Banyak riset telah membuktikan
bahwa kinerja CSR dan kinerja financial perusahaan memang berkorelasi positif,
namun uang (keuntungan) hanyalah dampak ikutan dari menjalankan CSR.
Kalau sebuah
perusahaan rokok coba-coba untuk membuat klaim bahwa mereka adalah perusahaan
yang bertangung jawab sosial, kita bisa menimbangnya dengan keharusan
internalisasi eksternalitas di atas. Yang pertama-tama harus diperiksa adalah
apakah memang dampak negatif dari produksnya telah ditekan hingga batas
terendah yang mungkin? Belum tampak ada upaya masif dari industri rokok untuk
mencegah anak-anak dan remaja merokok dengan menghilangkan akses mereka ke
produk rokok dan berbagai iklannya. Industri ini juga sama sekali tak serius
melindungi bukan perokok.
Dalam berbagai
literatur CSR dinyatakan, apabila perusahaan tidak meminimumkan dan
mengkompensasi dampak negatifnya terlebih dahulu, namun langsung terjun
dalam kegiatan amal, itu disebut greenwash alias pengelabuan
citra. Tampaknya inilah yang banyak terjadi pada industri rokok di manapun,
termasuk di Indonesia.
Begitu juga
dengan sinyal bahwa CSR adalah budi pekerti korporat. Jika budi pekerti tidak
baik, maka masyarakat akan melihat budi pekerti korporat juga tidak baik.
Pencitraan sebagai perusahaan dengan budi pekerti yang baik merupakan sebuah
metode untuk mentransfer rival costs yang harus dikeluarkan perusahaan
untuk menghadapi pesaing pada industri sejenis. Sebagai contoh PT. HM.
Sampoerna yang mencitrakan dirinya sebagai perusahaan rokok yang menjalankan
CSR melalui kepedulian pada pendidikan atau PT. Djarum Indonesia melalui
program CSR penghijauan dan peduli lingkungan. Positioning tersebut menurunkan rival
cost dengan perusahaan lain dalam satu industri, terutama dengan bentuk
pasar yang oligopoli maka melalui strategi ini perusahaan mengirimkan sinyal
positif sebagai perusahaan yang berbudi pekerti. Hasilnya diharapkan nilai
perusahaan akan mengalami peningkatan atau dengan kata lain tujuan financial
perusahaan akan tercapai.
Terlepas dari
batas yang tipis antara sumbangsih sosial dan strategi pemasaran, sumbangsih
mereka, jelas-jelas diakui membawa manfaat bagi kehidupan masyarakat. Namun
yang perlu dipertanyakan adalah kegiatan CSR perusahaan rokok tersebut sudah
tepat atau belum. Dampak terdekat dari kehadiran dan penggunaan produk rokok
adalah soal kesehatan. Oleh karena itu seharusnya industri rokok banyak
memprakarsai meminimumkan dampak negatif ini dibandingkan dengan memberikan
sumbangsih bagi kegiatan hiburan dan mempublikasikan kegiatan solidaritas
sosial. Demikian pula hanya dengan produk rokoknya sendiri. Dalam rangka
menghindari dampak buruk bagi kesehatan, produk rokok selain mengedepankan soal
cita rasa, sebaiknya juga menginformasikan kandungan dan batas toleransi racun
dan tata cara merokok yang mungkin bisa meminimalisasi dampak negatif bagi
kesehatan bagi konsumennya. Secara sosial, aktivitas merokok di ruang publik
juga banyak dikeluhkan. Oleh karena itu, industri rokok juga seharusnya
berperan aktif untuk menyosialisasikan larangan merokok di ruang publik dan
membangun sarana-sarana smoking area. Dari sisi penonjolan kemewahan
dan kebanggaan merokok, iklan rokok sudah sangat berhasil. Namun dari sisi
pendidikan untuk perokok tentang bagaimana sebaiknya merokok dengan santun,
hingga kini tak ada satu pun industri rokok yang mulai memprakarsainya.
Dalam soal supply
chain, industri rokok merupakan salah satu industri yang memiliki mata
rantai keterlibatan pelaku bisnis yang sangat panjang. Sejak petani tembakau
dan cengkih sampai dengan penjaja rokok di pinggir jalan. Pertanyaan penting
yang harus diajukan adalah: apa yang dilakukan oleh industri rokok untuk
meningkatkan kehidupan merka yang terlibat di dalamnya? Apakah pembagian
keuntungan yang relatif adil sudah terjadi, ataukah ketimpangan pendapatan yang
menjadi ciri pelaku industri ini?
Kedermawanan
perusahaan (corporate philanthropy) bisa diartikan sebagai inisiatif perusahaan
untuk terlibat dalam upaya-upaya perbaikan kehidupan sosial. Alasan keman
usiaan pada mulanya menjadi motivasi utama tindakan ini. Dalam perkembangannya lebih lanjut, kegiatan ini berkembang menjadi sebuah tindakan strategis. Alasan membangun reputasi, causerelated marketing, dan bahkan secara diam-diam menghitung dampak dan peluang politik hadir dalam tindakan filantropis ini. Sepertinya ini terjadi karena sebagian besar perusahaa menempatkan diri sebagai diri sebagai perusahaan dermawan, untuk kemudian melakukan ekspansi pasar atas modal perolehan citra positif dari publik.
usiaan pada mulanya menjadi motivasi utama tindakan ini. Dalam perkembangannya lebih lanjut, kegiatan ini berkembang menjadi sebuah tindakan strategis. Alasan membangun reputasi, causerelated marketing, dan bahkan secara diam-diam menghitung dampak dan peluang politik hadir dalam tindakan filantropis ini. Sepertinya ini terjadi karena sebagian besar perusahaa menempatkan diri sebagai diri sebagai perusahaan dermawan, untuk kemudian melakukan ekspansi pasar atas modal perolehan citra positif dari publik.
Sebagai sebuah
tindakan, CSR tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab perusahaan untuk
menimimalisasi dampak negatif dan maksimalisasi dampak positif. Untuk
sementara, tampak bahwa kinerja CSR lebih banyak memokuskan diri pada
maksimalisasi dampak positif dengan memberikan kontribusi pada aneka ragam
kegiatan sosial. Pada umumnya CSR lebih sering memilih agenda sumbangan kepada
korban bencana, bermain di sektor pendidikan dan kesehatan. Nyaris semua
kegiatan CSR berhenti sampai di sini. Dan nyaris pula, mereka melupakan
evaluasi dan kewajibannya untuk menimalisasi dampak negatif operasi
perusahaannya.
Ø Langkah Strategis Pelaksanaan CSR Perusahaan Rokok
Agar CSR menjadi sebuah langkah yang sustainable dan termasuk
sebagai upaya minimalisasi dampak negatif dan maksimalisasi dampak positif,
disarankan beberapa langkah manajerial yang sebaiknya diambil.
Pertama, melakukan review atas portfolio kegiatan dan program yang sudah
berlangsung. Dalam melakukan review dilakukan perusahaan harus melihat apakah
kegiatan yang selama ini dilakukan termasuk (i) communal obligation,
sebuah kegiatan umum sebagaimana layaknya seorang warga negara. Ciri umum dari
kategori ini adalah keterlibatan CSR dalam program pendidikan dan kesehatan;
(ii) goodwill building, memberikan kontribusi dan dukungan penuh
kepada seluruh karyawan, pelanggan, dan community leader dalam menjalin
hubungan baik dan merangkai program company relationship jangka
panjang. Dalam kategori ini CSR, juga dijadikan sebagai momentum untuk
merangkai stakeholder engagement baik secara internal (khususnya
employee dan supply chain) maupun secara eksternal (khususnya dengan
pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat secara umum); (iii) strategic
giving, memberikan bantuan sesuai dengan core competence bisnis dan
konteks kebutuhan lokal.
Dalam konteks
ini, yang kegiatan CSR yang disarankan bagi perusahaan rokok adalah
memperhatikan kesejahteraan para pelaku bisnis rokok yang sangat panjang. Sejak
petani tembakau dan cengkih sampai dengan penjaja rokok di pinggir jalan.
Peningkatan taraf hidup mereka yang terlibat di dalamnya. Dan menerapkan suatu
sistem pembagian keuntungan yang relatif adil.
Kedua, melakukan penilaian atas resistensi—baik yang potensial maupun yang
sudah eksis—dari inisiatif pemberian bantuan oleh perusahaan. Penilaian ini
dilakukan dengan memerhatikan: (i) proses seleksi atas upaya pemberian bantuan
terbaik; (ii) upaya memperlebar mitra dengan kelompok lain dalam memberikan
bantuan; (iii) upaya-upaya dan proses-proses perbaikan kinerja pemberian
bantuan; (iv) perolehan dampak perbaikan dan perluasan pengetahuan. Empat
“saringan” ini diperhatikan dengan saksama demi terwujudnya nilai sosial dan
ekonomi baru: terjadi keseimbangan atau titik temu antara semakin tingginya
manfaat sosial dalam kegiatan filantropi murni dan manfaat ekonomi dalam
kegiatan bisnis murni.
Ketiga, mencari opportunity untuk melakukan collective action di
sebuah wilayah operasi bersama mitra lain. Mitra di sini baik berupa perusahaan
lain maupun beragam para pemangku kepentingan yang memiliki competitive context
sesuai dengan canangan program yang hendak dijalankan. Dalam konteks ini
disarankan bagi perusahaan rokok bekerja sama dengan perusahaan rokok lain
untuk membangun unit-unti smoking area dan mengkampanyekan
hanya boleh merokok pada smoking area tersebut. Hal ini sebagai
konsekuansi bahwa rokok sebenarnya mengganggu bagi orang-orang disekitarnya.
Sebab hal ini sebenarnya yang dibutuhkan masyarakat yang bukan perokok.
Keempat, dengan penuh saksama melakukan jejak rekam (monitoring) dan
mengevaluasi hasil. Temuan perolehan hal-hal unik yang mungkin berbeda sama
sekali dengan langkah teks manajerial sebaiknya dijadikan sebagai input untuk
perbaikan dan inovasi program tiada henti. Satu hal yang juga penting
diperhatikan—kendati secara implisit sudah ditegaskan di muka, bahwa CSR juga
membawa misi penyebaran nilai-nilai. Nyaris semua perusahaan besar dibangun
atas nilai-nilai universal pendirinya dan berbagai program CSR juga sedikit
banyak mencerminkan keinginan penyebaran nilai-nilai para pendiri bangunan dan
jaringan bisnis ini. Nilai-nilai seperti kemandirian, upaya membantu sesama,
komitmen pada kebersihan dan kejujuran, semangat dan kerja keras, seni bertahan
dan mengaktualisasikan diri, serta sejumlah cita-cita yang berhubungan dengan
nilai-nilai citizenship, juga merupakan item yang harus diperhatikan dengan
saksama dalam melakukan CSR.
Secara
keseluruhan langkah-langkah di atas haruslah bermuara pada keseimbangan antara
kontribusi sosial, ekonomi, dan lingkungan dengan tentunya ditempatkan dalam
kerangka upaya manajemen untuk meminimumkan dampak negatif rokok dan
memaksimalkan dampak positif perusahaan rokok sesuai dengan bisnis yang
dijalankan. Dan di sinilah titik temu makna tindakan CSR yang memberikan dampak
positif bagi kehidupan sosial dan sekaligus mendatangkan manfaat ekonomi baik bagi
masyarakat maupun perusahaan. Sepanjang keseimbangan ini dijaga dengan saksama,
CSR bisa dipastikan diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab.
TEORI :
Dalam undang-undang telah dikatakan bahwa perusahaan yang berstatus
perseroan wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dalam UU PT,
disebutkan pada Ayat 1 pasal 74 berbunyi ”Perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumberdaya alam wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Hal ini merupakan salah
satu dari representasi dari kegiatan CSR sebuah perusahaan. Kalimat dalam
undang-undang tersebut hanya merupakan salah satu dari sekian banyak dari
definisi CSR.
Sampai saat ini
belum disepakati tentang definisi CSR. Dengan tidak adanya kesepakatan ilmiah
tentang CSR, maka konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak dapat
menginterpretasikan CSR sesuai kepentingan dan selera mereka. Banyak pendapat
tentang definisi CSR. Namun secara umum dapat dimengerti bahwa CSR adalah
kontribusi perusahaan untuk pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan yang berkelanjutan merupakan kata kunci pada pengertian CSR. Kalau
bukan ditujukan untuk pembangunan berkelanjutan negara di mana perusahaan itu
berada, maka CSR tersebut merupakan sekadar kosmetik untuk perbaikan citra.
Jadi, dengan menggunakan pembangunan berkelanjutan sebagai konsep kunci, ada
perbedaan yang tegas antara CSR dan greenwash alias pengelabuan citra.
CSR mengandung lima komponen penting, yaitu : ekonomi, sosial, lingkungan,
pemangku kepentingan, dan voluntarisme. Komponen ekonomi, sosial dan lingkungan
menekankan bahwa CSR dengan pembangunan berkelanjutan tidak dapat dipisahkan.
Ø CSR dalam Perspektif Perusahaan
Bagi perusahaan, CSR dapat dipandang menjadi dua hal yang saling
bertolak belakang, yaitu apakah CSR itu bersifat sukarela atau wajib. Beberapa
ahli menyatakan CSR seharusnya didasarkan pada kesukarelaan dengan pendirian
Ketua Panitia Khusus UU. Dengan demikian kegiatan CSR perusahaan harus
diregulasi. Namun,sampai saat ini banyak perusahaan yang memandang CSR bukan
sebagai kewajiban, tetapi suatu kesukarelaan.
Pemahaman yang
dipromosikan oleh perusahaan-perusahaan yang berkomitmen CSR tinggi maupun
banyak ahli yang sependapat adalah bahwa sukarela bukan berarti perusahaan bisa
semaunya saja memilih untuk menjalankan atau tidak menjalankan tanggung
jawabnya atau selektif terhadap tanggung jawab itu. Yang dimaksud dengan
kesukarelaan adalah perusahaan juga menjalankan tanggung jawab yang tidak
diatur oleh regulasi. Jadi, apa yang sudah diatur oleh pemerintah
harus dipatuhi dahulu sepenuhnya, kemudian perusahaan menambahkan lagi hal-hal
positif yang tidak diatur. Semakin banyak hal positif yang dilakukan
perusahaan, padahal hal itu tidak diharuskan oleh pemerintah, maka kinerja CSR
perusahaan itu semakin tinggi.
Undang-Undang
Perseroan Terbatas mewajibkan perusahaan yang berbasis sumber daya alam
menyisihkan anggaran untuk tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan.
Perdebatan banyak terjadi di seputar CSR yang seharusnya berlandaskan kerelaan,
tetapi menjadi kewajiban. Tetapi karena sudah menjadi UU, yang bisa dilakukan
adalah justru bagaimana merumuskan dalam peraturan pemerintah yang akan menjadi
strategi baru dalam menjalankan perusahaannya. CSR telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Komisi Eropa membuat definisi yang lebih
praktis, yang pada intinya adalah bagaimana perusahaan secara sukarela memberi
kontribusi bagi terbentuknya masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang
lebih bersih.
Tanggung jawab
sosial ini diarahkan baik ke dalam (internal) maupun ke luar (eksternal)
perusahaan. Ke dalam, tanggung jawab ini diarahkan kepada pemegang saham dalam
bentuk profitabilitas dan pertumbuhan. Keluar, tanggung jawab sosial ini
berkaitan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan
kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta memelihara
lingkungan bagi kepentingan generasi mendatang. Dengan hal ini dapat
disimpulkan begitu luasnya makna CSR. Dapat digambarkan CSR sebagai sebuah
piramida, yang tersusun dari tanggung jawab ekonomi sebagai landasannya,
kemudian tanggung jawab hukum, lantas tanggung jawab etik, dan tanggung jawab
filantropis berada di puncak piramida.
Tujuan dan Manfaat Program Corporate Social Responsibility
Dalam melakukan CSR, tentunya perusahaan memiliki tujuan diantaranya
adalah :
1. Alasan Sosial.
Perusahaan
melakukan program CSR untuk memenuhi tanggung jawab sosial kepada masyarakat.
Sebagai pihak luar yang beroperasi pada wilayah orang lain perusahaan harus
memperhatikan masyarakat sekitarnya. Perusahaan harus ikut serta menjaga
kesejahteraan ekonomi masyarakat dan juga menjaga lingkungan dari kerusakan
yang ditimbulkan.
2. Alasan Ekonomi.
Motif
perusahaan dalam melakukan CSR tetap berujung pada keuntungan. Perusahaan
melakukan program CSR untuk menarik simpati masyarakat dengan membangun image
positif bagi perusahaan yang tujaan akhirnya tetap pada peningkatan profit.
3. Alasa Hukum.
Perusahaan melakukan program CSR
hanya karena adanya peraturan pemerintah. CSR dilakukan perusahaan karena ada
tuntutan yang jika tidak dilakukan akan dikenai sanksi atau denda dan bukan
karena kesadaraan perusahan untuk ikut serta menjaga lingkungan. Akibatnya
banyak perusahaan yang melakukan CSR sekedar ikut-ikutan atau untuk menghindari
sanksi dari pemerintah. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-undang
PT No. 40 pasal 74 yang isinya mewajibkan pelaksanaan CSR bagi
perusahaan-perusahaan yang terkait terhadap SDA dan yang menghasilkan limbah.
- Dengan melaksanakan program CSR banyak sekali manfaat yang akan diperoleh perusahaan, terlepas dari biaya yang dikeluarkan, antara lain ::
Ø
Meningkatkan citra perusahaan
dimata stakeholder,Membina hubungan/interaksi yang positif dengan komunitas
lokal, pemerintah, dan kelompok-kelompok lainnya
Ø
Mendorong peningkatan reputasi
dalam pengoperasian perusahaan dengan etika yang baik Menunjukkan komitmen
perusahaan, sehingga tercipta kepercayaan dan respek dari pihak terkait
Ø
Membangun pengertian bersama
dan kesetiakawanan antara dunia usaha dengan masyarakat
Ø
Mempermudah akses masuk ke
pasar atau pelanggan
Ø
Meningkatkan motivasi karyawan
dalam bekerja, sehingga semangat loyalitas terhadap perusahaan akan berkembang
Ø
Mengurangi resiko perusahaan
yang mungkin dapat terjadi
Ø
Meningkatkan keberlanjutan
usaha secara konsiste
ANALISIS :
CSR merupakan bagian terpenting dalam suatu perusahaan, karena CSR merupakan suatu tanggung jawab sosial sebuah perusahaan dan sebagai tujuan pemabangunan perusahaan. dalam kasus diatas CSR bagi perusahaan rokok sangatlah penting karena dalam perusahaan rokok ini perusahaan dapat membantu siswa yang berprestasi dalam kondisi perekonomian yang sangat minim.
REFERNSI :
ANALISIS :
CSR merupakan bagian terpenting dalam suatu perusahaan, karena CSR merupakan suatu tanggung jawab sosial sebuah perusahaan dan sebagai tujuan pemabangunan perusahaan. dalam kasus diatas CSR bagi perusahaan rokok sangatlah penting karena dalam perusahaan rokok ini perusahaan dapat membantu siswa yang berprestasi dalam kondisi perekonomian yang sangat minim.
REFERNSI :
syukronali.files.wordpress.com/2010/05/program-csr-pt-sampoerna.docx